Kepada
: Yth. Tuan yang bertugas mencabut nyawa
Perihal
: Undangan minum Kopi
Tempat
: Teras belakang rumah
Urgensi
: ASAP
Dengan
hormat,
Tuan
yang bertugas mencabut nyawa
Apa
kabar Tuan? Bagaimana dengan tugas yang diembankan pada Tuan hari ini? Saya
yakin jika atasan Tuan menghendaki, maka tak ada pekerjaan Tuan yang tidak
berhasil, bukan? Saya pikir begitu, jikapun ada yang tidak, maka saya yakin
bahwa itu juga merupakan kehendak atasan Tuan. Apakah saya benar?
Begini
Tuan, maksud saya mengirimkan surat ini adalah, sesuai dengan apa yang tersurat
di perihal, ingin mengundang Tuan menikmati secangkir kopi di teras belakang
rumah saya. Ah, Tuan sedang mengernyitkan dahi sekarang? Apakah Tuan
bertanya-tanya apa maksud yang mengundang Tuan? Mengapa harus kopi?
Mengapa di teras belakang? Mengapa rumah saya? Dan mengapa harus anda? Baiklah,
saya akan menjabarkannya secara singkat. Saya tahu Tuan memiliki pekerjaan yang
sangat istimewa dan teramat sangat berat, maka saya tak ingin mengorbankan
waktu Tuan yang berharga lebih banyak lagi.
Singkatnya
begini, ada perihal yang ingin saya tanyakan mengenai pekerjaan Tuan yang luar
biasa. Saya pikir atasan Tuan mengembankan tugas ini dengan pertimbangan yang
sangat matang. Mencabut kehidupan dari mahluk bernyawa bukanlah sesuatu yang
mudah dilakukan layaknya memilih gula-gula apa yang ingin kita lumat tak
bersisa hari ini (ini analogi yang sangat buruk, sudilah Tuan mengabaikan).
Nah, saya ingin mendengar dari mulut Tuan sendiri bagaimana rasanya menjalani
tugas yang tak biasa ini? Apa yang Tuan rasa dan pikirkan saat mereka meregang
nyawa? Lebih banyak mana Tuan, mereka yang melepaskan kehidupan mereka dengan
senyuman atau dengan penyesalan?
Mengapa
harus kopi? Hemmm, bagi saya kopi itu semacam ribuan batang korek api yang bisa
mengganjal mata di saat saya menginginkannya untuk terbuka. Kopi juga laksana
setrum yang bisa membuat sinaps dalam sel abu-abu di kepalaku menjadi lebih
aktif di saat saya mengingingkannya untuk berpikir lebih cepat. Dengan
pekerjaan Tuan yang sepertinya tak kenal jeda, tentu Tuan membutuhkan
perangsang yang multi guna. Maka saya menawarkan segelas kopi panas untuk Tuan.
Cobalah, tapi saya tidak menjamin Tuan tidak teradiksi olehnya.
Teras
belakang rumah saya tidaklah luas, Tuan. Namun denyut kehidupan penghuninya
lebih sontak terdengar di sana. Saya ingin Tuan menjadi bagiannya, menikmati
kolam ikan yang dibuat oleh ayah saya dan bermacam tumbuhan yang ditanam
olehnya. Jika Tuan beruntung, Tuan bisa menikmati kelucuan beberapa binatang
peliharaan kami. Mereka semua mahluk hidup Tuan, yang pasti di suatu waktu yang
tidak mereka ketahui akan mendapatkan kunjungan istimewa dari Anda dan
mendapatkan kecupan kematian. Saya harap jika waktu itu tiba, mereka bisa menghadapinya
dengan senyuman.
Dan
mengapa harus Anda? Saya sudah menyiratkan alasannya. Namun sebenarnya ada satu
agenda tersembunyi. Saya ingin menceritakan satu rahasia mengenai diri saya.
Rahasia yang seharusnya saya tahu bahwa Anda mungkin sudah mendengarnya dari
atasan Tuan. Rahasia bahwa saya belum siap mati detik ini. Dan karena itu saya
tak mau larut merasakan sakit yang menggerogoti. Saya berharap, Anda mau
membujuk atasan Anda untuk menunda kematian saya, meskipun saya tahu tak ada
yang bisa mengubahnya jika beliau menghendaki begitu. Namun ada baiknya Tuan
mendengarkan alasan saya. Saya masih memiliki banyak sekali kewajiban dan mimpi
yang harus dan ingin saya tuntaskan. Saya tak mungkin menyebutkan satu persatu
di sini, biarlah nanti saya sampaikan secara langsung jika Tuan menerima
undangan saya ini.
Bagaimana,
Tuan? Saya harap Tuan sudi mempertimbangkan kedatangan Tuan ke rumah saya.
Tidak perlu detik ini juga, saya tidak bisa memaksa Tuan untuk meninggalkan
pekerjaan Tuan. Itu sama saya meminta Tuan untuk tidak mematuhi kewajiban,
bukankah?
Tuan,
sekarang sudah senja. Sebentar lagi akan datang waktu saya untuk menikmati
segelas kopi. Jadi baiknya saya sudahi saja surat saya ini. Terima kasih sudah
bersedia membacanya.
Hormat
Saya,
yang
mendamba bertemu Tuan dalam balutan senyum dan secangkir kopi hangat
PS:
Jika
Tuan merasa puas dengan kopi bikinan saya nanti, bisakah saya meminta agar Tuan
menunda waktu mereka yang saya kasihi meninggalkan dunia?
---
Tulisan
ini dibuat di Februari. Di tengah rasa sakit yang mendera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar